Senin, 28 April 2014

Asal Usul Gandrung Banyuwangi


Pada suatu penyelenggaraan upacara di Istana Majapahit, sering dipentaskan suatu bentuk tarian istana yang dikenal dengan istilah “Juru Angin” yaitu seorang wanita menari sambil menyanyi dengan sangat menarik. Penari tersebut diikuti oleh seorang “buyut” yaitu seorang pria tua berfungsi sebagai punokawan penari juru angin tersebut.

Bentuk tarian inilah yang mungkin sebagai prototype suatu bentuk kesenian yang sekarang dikenal denggan “Gandrung”. Hal ini dapat diasumsikan dari bentuk penampilan penari Gandrung yang selalu diikuti oleh seorang pemain Kluncing atau lebih dikeanal sebagai pengundang. Pengundang ini selalu memberikan lawakan – lawakan sehubungan dengan tarian yang dibawakan oleh penari Gandrung. Sebagaimana dimaklumi bahwa pada jaman kehidupan kerajaan – kerajaan maka daerah yang jauh dari pusat kerajaan. Perkembangan seni budayanya mengikuti pola seni budaya pusat. Dalam masa perkembangannya sampai tahun 1890 di daerah Blambangan berkembang bentuk kesenian Gandrung yang penarinya terdiri dari anak laki-laki berumur 7 sampai 16 tahun berperan sebagai penari gandrung dengan pakaian wanita. Pementasan Gandrung laki-laki pada masa itu dilakukan dengan jaln keliling desa-desa kemudian penari tersebut mendapatkan inatura. Gamelan pengiringnya terdiri dari gendang, kethuk, biola, gong dan kluncing. Penari gandrung laki-laki yang lain hanya mampu bertahan sampai 40 tahun dan memilih sebagai penari gandrung sampai akhir hayatnya.

Pemilihan partner penarinya dilakukan dengan melemparkan ujung sampur kepada penonton yang mengelilinginya. Biasanya diawali dari bagian Barat, Timur, Selatan dan kemudian Utara. Pelaksanaan pementasannya biasanya dilakukan pada malam hari terutama pada bulan purnama dihalaman terbuka. Penari gandrung pria pernaha ditampilkan berjumlah empat orang penari secara bersama-sama.

Pada perkembangan terakhir penari gandrung dilakukan oleh seorang wanita dan kebetulan penari gandrung wanita pertama juga penari seblang bernama Semi,putri seorang Penduduk Cungking bernama Mak Midah. Desa Cungking sampai sekarang masih memiliki kesenian seblang yaitu sekarang dikleruhan Bakungan. Urutan penampilan biasanya diawali dengan tari jejer,baru kemudian disusul taridan gending-gending lain sesuai permintaanpara tamu, yang manari bersama penari gadrung biasanya diatur menurut datangnya tamu dalam arens tersebut. Dalam mengatur urutan tersebut biasanya penari gandrung dibantu oleh seorang gedog atau sering disebut pramugari. Sedangkan pada akhir pertunjukan ditutp dengan tari seblang subuh yaitu yang pada syair gendingnya mengandung petuah-petuah bagi para penonton.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar